Murtadin Indonesia didirikan sebagai bentuk kerinduan untuk merangkul orang-orang yang percaya kepada Yesu Al-Masih yang berasal dari Muslim yang sering disebut dengan MURTADIN. Murtadin yang mengakui dengan terang-terangan dan terbuka bahwa Yesu Al-Masih adalah Tuhan, biasanya mengalami aniaya, baik secara fisik maupun psikis. Silahturahmi dan hubungan dengan keluarga diputuskan. Hal ini banyak terjadi di daerah yang mayoritas memeluk agama Islam, sehingga para Murtadin harus pindah atau bahkan diusir dari desa atau rumah, demi menyelamatkan diri dan keluarga.
Melihat hal ini, Murtadin Indonesia terbeban bukan hanya untuk merangkul, tetapi juga menolong, mensupport kehidupan, melatih, memberdayakan para Murtadin. Tujuannya supaya para Murtadin bisa hidup mandiri secara finansial, mampu mencukupi kebutuhan hidup dan keluarga sambil memiliki iman yang kuat dan berani menyatakan iman, apapun konsekuensinya. Hal ini disebabkan oleh sebuah keyakinan bahwa ‘orang yang mau mempertahankan hidupnya di dunia ini akan kehilangan hidupnya. Tetapi orang yang rela menyerahkan hidupnya demi Al Masih, akan memiliki hidup untuk selama-lamanya’ (Yahya 5:25 – KIA).
Para Murtadin yang bergabung dalam kelompok Murtadin Indonesia dilatih dan dididik oleh Elyas Zulkifli, seorang Murtadin juga sekaligus penerjemah Alkitab kontekstual yang resmi yaitu Kitab Injil Allah (KIA).
Latar Belakang Murtadin Indonesia
Pemahaman Yang Benar Tentang Murtadin
Murtadin Bukan Istilah Yang Berkonotasi Negatif Atau Buruk
Banyak orang Kristen khususnya hamba-hamba Allah yang berasal dari latar belakang Kristen menganggap istilah 'Murtadin' adalah istilah yang berkonotasi negatif atau jelek. Tidak heran mereka mengajarkan pandangan itu kepada orang-orang yang dulunya menganut aqidah Islam dan sekarang sudah menjadi pengikut Al-Masih, dan orang-orang yang mereka ajar itu menjadi enggan disebut Murtadin. Dan kebanyakan yang mengajar itu adalah missionaris Barat yang datang ke negara-negara atau daerah-daerah yang mayoritas Islam. Akibatnya orang-orang yang dulunya Islam menjadi lebih suka disebut Moslem Background Believers (MBB) atau pengikut Isa Al-Masih.
Pada umumnya, hamba-hamba Allah dari latar belakang Kristen dan para missionaris Barat menilai istilah 'murtad' sebagai istilah negatif karena mereka melihat dari kacamata orang Kristen bukan dari kacamata orang Islam. Sementara orang yang dulunya Islam terlihat belum memahami betul makna murtad dan hukumnya dalam Islam.
Kata "murtad" berasal dari bahasa Arab, yang artinya secara harfiah adalah keluar atau berpaling. Dalam konteks agama Islam, istilah "murtad" merujuk kepada seseorang yang sebelumnya memeluk agama Islam, namun kemudian meninggalkan atau mengabaikan keyakinan serta praktik-praktik Islam. Orang yang sudah murtad dari Islam disebut Murtadin. Jadi penggunaan istilah Murtadin harus dipandang dari kacamata orang Islam bukan dari kacamata orang Kristen bahwa orang yang keluar dari Islam, disebut oleh orang Islam sebagai Murtadin.
Penyebutan 'Murtadin' oleh orang Islam kepada orang-orang yang sudah keluar dari Islam, punya korelasi yang sama dengan penyebutan Kristen kepada orang-orang yang mengikut Kristus (Al-Masih) seperti yang dituliskan di dalam Alkitab yaitu dalam Kisah Para Rasul 11:26. Nama 'Kristen' diberikan kepada pengikut Kristus oleh mereka yang bukan Yahudi untuk membedakan mereka dari orang-orang Yahudi, karena pengikut Kristus yang ada di kota Anthiokia itu berasal dari kalangan Yunani dan bukan dari orang-orang Yahudi yang berbahasa Yunani. Orang-orang Yahudi sendiri enggan menyebut mereka sebagai Kristen karena mereka sudah menggunakan istilah Mesias.
Penggunaan kata "Kristen" dalam Perjanjian Baru dapat juga ditemukan dari perspektif orang-orang pagan, seperti dalam Kisah Para Rasul 26:28 di mana Agripa mengucapkan istilah penghinaan, dan 1 Petrus 4:16 yang merujuk pada penganiayaan dari pemerintah Romawi. Perbedaan nyata ini terlihat antara komunitas Yahudi dan non-Yahudi, dan tidak mengherankan jika istilah 'Kristen' pertama kali muncul di Antiokhia, terutama ketika gereja Yunani yang besar berada di sana, sehingga penggunaan kata Kristen menjadi sangat kuat. Selanjutnya, ketika Ignatius menjadi uskup di Antiokhia, penggunaan kata Kristen menjadi perhatian kekaisaran Romawi saat dia berhadapan dengan singa-singa di Roma, dan mati sebagai martir. Dan sejarah kekristenan menunjukkan bahwa orang-orang Kristen mengalami aniaya karena iman percaya mereka ketika mereka berpaling dan meninggalkan kepercayaan pagan mereka kepada Kristus.
Korelasinya kini terlihat, sama seperti orang-orang pagan menyebut mereka yang meninggalkan agama atau kepercayaan pagan dan beralih kepada Kristus disebut Kristen dan mereka mengalami aniaya, begitu juga dengan Murtadin. Murtadin disebut karena meninggalkan agama Islam dan beralih kepada Al-Masih (Kristus) dan umumnya Murtadin teraniaya.
Jadi kalau ada alasan pengikut Al-Masih menghindari penggunaan kata Murtadin untuk meminimalisir aniaya, sebenarnya tindakan itu menunjukkan bahwa pengikut Al Masih itu adalah pengecut bukan pemberani dan belum sepenuhnya menjadi pengikut Al-Masih. Karena pengikut Al-Masih harus bisa memikul salibnya, menyangkal dirinya dan siap menyatakan imannya kepada Al-Masih di depan umum tanpa rasa takut dan malu, bahkan siap untuk mati martir demi kepercayaannya kepada Al-Masih. Tentu ini bukan merupakan sebuah perbuatan yang nekad tanpa kebijaksanaan, tetapi kalau seandainya diminta keterangan oleh orang-orang di luar, apakah sudah menjadi pengikut Al-Masih, maka seorang Murtadin harus siap berkata bahwa dirinya sudah menjadi pengikut Al-Masih dan tidak takut mati untuk itu.
Memang dalam kerangka hukum Islam, perbuatan murtad dianggap sebagai pelanggaran serius. Beberapa negara yang menerapkan sistem hukum berdasarkan Syariah menganggap bahwa tindakan murtad dapat dikenai sanksi berat, seperti denda, hukuman penjara, atau bahkan hukuman mati. Penting untuk dicatat bahwa jenis hukuman ini dapat bervariasi tergantung pada negara dan interpretasi hukum Islam yang berlaku di setiap tempat. Namun Indonesia belum menganut sistem hukum Syariah, itu sebabnya tidak ada hukumnya "darah Murtadin itu halal." Kalaupun ada persekusi, aniaya atau mungkin ancaman bagi Murtadin, sifatnya masih personal atau orang per orang bukan dialami oleh sebagian besar atau satu kumpulan kelompok Murtadin. Dan kalaupun terjadi aniaya, hal itu lumrah bagi seorang pengikut Al-Masih (Kristus) untuk mengalami aniaya karena Al-Malik (Raja) dan As-Saalam (Penyelamat) kita juga mengalami aniaya. Bukan Murtadin kalau tidak mengalami aniaya. Bukan Kristen kalau tidak mengalami aniaya.
Jadi jangan anggap lagi Murtadin sebagai istilah negatif tetapi banggalah sebagai Murtadin sama seperti orang-orang Kristen mula-mula yang bangga menunjukkan dirinya sebagai Kristen ketika mereka dianiaya. Kalau Islam saja bangga menunjukkan Muallaf, maka Kristen pun harus bangga menunjukkan Murtadin.
Hubungi Kami
Social Media
Subscribe ke Channel TIDAK BIASA
info@murtadinindonesia.org